Di akhir semester 3
ini, saya mendapat tugas dari salah satu mata kuliah saya yaitu Komunikasi
Antar Budaya atau sering kita sebut KAB, berupa observasi ke salah satu budaya
di Indonesia. Awalnya saya berpikir sangat berat karena saya harus menganalisa
dari segala sudut pandang budaya tersebut terutama komunikasi antar
individunya. Dalam memilih budaya yang akan saya analisa tidaklah sulit, selain
Bapak Inco, dosen KAB saya sudah memberikan banyak pilihan, di Indonesia
sendiri berjuta budaya ada sehingga tidak sulit menemukannya. Hanya kami, para
mahasiswa memilih budaya yang lokasinya tidak terlalu sulit ditempuh untuk
memudahkan observasi kami. Kami juga memilih budaya yang sudah terpengaruh
dengan kehidupan modern sehingga banyak akses yang memudahkan kami mendapat
orang yang mau dan bisa membantu kami memberikan segala informasi mengenai
budayanya tersebut.
Setelah satu minggu lewat dari pemberian tugas, kami pun
memutuskan untuk memilih kebudayaan Betawi. Saya pergi bersama teman saya yang
bernama Serenata Leony. Karena lokasinya yang dekat dan sangat mudah ditempuh
dengan kendaraan, akses informasi yang akan saya daptkan pun sangat banyak dan
mudah ditemukan karena budaya ini adalah budaya modern. Lalu saya menemukan
lokasinya yaitu di Kampung Setu Babakan, Jakarta Selatan. Tanpa menunda, hari
minggu pun kami pergi ke Jakarta untuk mulai melakukan observasi. Hanya 2 jam
saya sampai di tujuan, itu pun karena saya sering berhenti untuk bertanya arah.
Sebenarnya sangat mudah ditemukan lokasinya. Berikut adalah hasil observasi
saya. Saya akan menjabarkan 2 hal dalam artikel ini. Yang pertama adalah hasil
observasi saya di Kampung Betawi Setu Babakan, yang kedua adalah kegiatan salah
satu anggota keluarga saya yang asli orang betawi yang masih kental
melestarikan budaya betawi dalam kehidupan sehari-harinya.
Kita mulai yang pertama yaitu perjalanan saya ke Kampung
Betawi Setu Babakan. Sebenarnya yang dinamakan “Kampung Betawi” oleh masyarakat
adalah sebuah tempat wisata, bukan sebuah perkampungan. “Kampung Betawi” adalah
sebuah tempat wisata yang terletak di Setu Babakan, yang di dalamnya terdapat
berbagai hal khas kebudayaan betawi yang bisa kita saksikan setiap minggu.
Bahkan jika akan memperingati hari besar, kita bisa melihat segala hal khas
betawi setiap hari yang akan dipertunjukan. Kebetulan saya melakukan observasi
pada tanggal 25 November 2012, di mana pada bulan November ada banyak sekali
pertunjukan yang lain dari biasanya karena memperingati bulan Kebudayaan
Betawi. Saya datang ke sana pada hari minggu, jadi saya bisa menyaksikan
pertunjukan Gambang Kromong dan Lenong khas Betawi sore nanti.
Sedangkan kampung betawi sendiri adalah sebuah nama yang
diambil dari sebuah perkampungan di sekitar tempat wisata tersebut yang di dalamnya
semua warga perkampungan tersebut memiliki budaya betawi. Layaknya perkampungan
biasa yang teratur, di pagi hari setiap hari minggu diadakan Senam Pagi yang
diikuti seluruh warga yang kebanyakan ibu-ibu. Sehingga jam 6 sampai jam 10
pagi para wisatawan yang membawa kendaraan menuju tempat wisata Kampung Betawi
harus menaruh kendaraannya di depan, dan itu sangat jauh. Jika kita menunggu
hingga siang, kita sudah melewatkan banyak sekali aktivitas di Kampung Betawi
salah satunya pelatihan Pencak Silat dan Tarian. Sehingga saya memutuskan untuk
menaruh mobil saya di dekat pintu masuk, dan saya berjalan kaki menuju tempat
wisata.
Dalam perjalanan sangat tidak terasa melelahkan, karena
sepanjang perjalanan kita disuguhi danau Setu Babakan yang sangat luas dan
indah. Banyak jajanan khas Betawi, Delman khas betawi yang sebenarnya bisa
membawa kita lebih cepat sampai tapi sayangnya harganya sangat mahal.
Setelah kira-kira
sekita 45 menit, kami pun sampai ke tempat wisata. Pintu masuk dan pemandangan
tempat itu sudah sangat menunjukan kekhasan dari tempat ini, didukung dengan
suasananya. Yaitu percakapan para warga sekitar dari pedagang, dan wisatawan
dari dalam kampung yang menggunakan bahasa betawi yang khas.
Kami pun masuk dan mulai mencari pengurus dari Kampung
Betawi ini. Pertama kali yang saya pikirkan tentang tempat wisata ini adalah 2
kata, The Best. Bersih, rapi, tersutruktur, teratur, wisatawan menaati
peraturan, religius.
Bahkan mereka punya
mading acara yang akan diadakan di Kampung Betawi.
Karena bukan hanya kami yang ingin bicara dengan petugas
informasi, kami pun menunggu. Karena ada pengunjung dari kampus lain yang juga
akan melakukan observasi. Sayangnya mereka tidak membawa surat resmi dari
kampus seperti kami sehingga kami pun diizinkan lebih dulu. Setelah kami
berbincang-bincang dan memberitahu apa saja yang akan kami lakukan serta kami
butuhkan di Kampung Betawi ini, lalu memberikan surat keterangan dari kampus,
kami pun diizinkan melakukan observasi secara bebas karena kami sudah memiliki
izin dan selama kami tidak mengganggu, merusak, mengotori wilayah sekitar.
Peraturan yang sangat terbuka dan mudah bukan?
Awalnya kami bingung akan memulai dari mana, lalu Bapak
Harry, humas dari pengurus Kampung Betawi menyarakan kami untuk memulai berdasarkan
jam aktivitas di sana. Karena setiap hari minggu dan sabtu, Kampung Betawi
memiliki jadwal kegiatan yang bisa diberitahukan kepada wisatawan. Seperti dari
jam 7-9 pagi ada latihan pencak silat khas betawi, dilanjutkan dengan latihan
tari khas betawi, lalu pertunjukan hingga sore, dan sebagainya. Dengan
bermodalkan jadwal kegiatan itu, kami pun mudah melakukan observasi.
Karena waktu masih menunjukan pukul setengah 8 pagi, kami
pun masih berkesempatan meliput latihan pencak silat yang memang sedari tadi
kami masuk sedang berlangsung. Yang membuat kami kagum adalah dari kegigihan
dan keuletan anak-anak ini. Berdasarkan wawancara yang kami lakukan kepada
salah satu anggota pelatihan. Latihan ini diadakan setiap hari Sabtu dan Minggu
pagi yang dimulai setengah 7 pagi hingga jam 10 siang. Anggota dari perkumpulan
ini pun bukan hanya anak-anak sekitar perkampungan saja, tapi juga banyak
anggota dari luar perkampungan bahkan di luar daerah Setu Babakan. Lalu bukan
hanya anak laki-laki saja, tapi perempuan dari umur 7 tahun hingga remaja 15
tahun pun ada.
Latihan ini selain untuk bela diri, juga untuk kesehatan
karena teknik yang digunakan dalam bela diri ini berasal dari pengaturan
pernapasan. Sebenarnya tujuan utama perkumpulan ini bukanlah untuk bela diri
melainkan untuk olahraga dan tarian kesenian yang memasukan unsur bela diri.
Karena zaman sekarang sudah tidak seperti zaman dulu yang menjadikan bela diri
adalah faktor utama karena ada perebutan daerah kekuasaan dan seringnya
kekerasan antar sesama.
Waktu menunjukan pukul setengah 10,
latihan pencak silat pun berakhir. Lalu kami mewawancarai salah satu pengunjung
yang ada di sekitar situ. Menurut beliau, setelah ini akan ada latihan tarian
dari Sanggar Setu Babakan. Putri beliau menjadi salah satu anggotanya yang baru
berusia 8 tahun. Selama kami menunggu, kami pun memutuskan untuk membeli
beberapa jajanan yang ada di sekitar situ.
Makanan yang belum pernah saya makan adalah es kue podeng
khas betawi. Selebihnya seperti kerak telor, toge goreng, es puter, dan
sebagainya sudah sangat sering dan mudah kita temukan. Ternyata menurut salah
satu sumber yang kami tanya, untuk berdagang di sini pun harus memiliki izin
dan membayar “pajak”. Ini dilakukan agar pedagang yang berdagang di sini juga
memiliki aturan tetap dan keabsahan. Begitu juga pedagang di sepanjang jalan
yang kami lalui tadi. Menurut salah satu pedagang yang kami tanya, mereka tidak
keberatan dengan pajak yang diberikan karena dalam sehari terutama hari libur,
mereka bisa mendapatkan penghasilan yang besar yang tidak ingin mereka
sebutkan.
Selain itu, kami juga menemui salah satu pengunjung yang
ternyata berasal dari Depok. Mereka merupakan ibu-ibu PKK satu komplek di
perumahan mereka di Depok yang sedang berlibur bersama.
Mereka juga akan mengadakan acara PKK di tempat itu
dengan menyewa salah satu rumah atau bangunan khas betawi ini. Ya, ternyata
rumah-rumah yang dari tadi kami lihat di sekitar tempat wisata ini bukanlah
rumah warga melainkan bangunan kosong yang oleh pengurus tempat wisata ini
disewakan.
Untuk acara apapun dengan beberapa syarat seperti jika
ingin memakai tarian atau kelompok sewaan dari Komunitas Kampung Betawi boleh
dengan bayaran lebih. Lalu acara harus yang bernuansa religius tanpa mengikat
agama. Tidak boleh membawa kelompok penghibur dari luar.
Sekitar pukul 10 lewat banyak anak-anak perempuan naik ke
atas panggung dengan memakai sarung dipinggang dan selendang warna-warni. Lalu
duduk dan mulai berbincang-bincang. Kami lalu ke belakang panggung untuk mewawancarai
beberapa diantara mereka untuk mengetahui apa yang mereka lakukan.
Ternyata inilah saatnye mereka melakukan latihan tari
Sirih Kuning. Menurut salah satu murid di sana, mereka sedang menunggu guru
mereka untuk melatih yang akan datang sekitar pukul 12 nanti. Sementara itu,
anak-anak di bawah umur 16 tahun akan dilatih oleh kakak senior mereka. Lalu
mereka pun berlatih. Sementara kami menunggu pelatih mereka, kami merekam
beberapa aksi mereka di panggung yang terlihat sangat indah walau hanya
latihan. Ada beberapa kelompok anak yang mereka bagi berdasarkan kemampuan
mereka.
Lalu setelah pelatihnya datang, kami pun mewawancarai
beliau. Menurut beliau tarian khas betawi yang berbeda-beda itu adalah sebuah
level penari tersebut. Sebut saja tarian Sirih Kuning, itu level yang sudah
cukup sulit dan hanya sesuai untuk anak umur 16 tahun ke atas. Sedang tari
lainnya juga ada levelnya, bisa kita sebut batas akhirnya advanced. Beliau juga menuturkan fungsi dari pakaian yang mereka
kenakan. Menurut beliau walaupun hanya latihan, penari harus tetap memakai
pakaian itu karena untuk membuat gerekan lebih indah dan gemulai begitu juga
menambah keindahan tubuh saat menari.
Lalu setelah pelatihnya
datang, kami pun mewawancarai beliau. Menurut beliau tarian khas betawi yang
berbeda-beda itu adalah sebuah level penari tersebut. Sebut saja tarian Sirih
Kuning, itu level yang sudah cukup sulit dan hanya sesuai untuk anak umur 16
tahun ke atas. Sedang tari lainnya juga ada levelnya, bisa kita sebut batas
akhirnya advanced. Beliau juga
menuturkan fungsi dari pakaian yang mereka kenakan. Menurut beliau walaupun
hanya latihan, penari harus tetap memakai pakaian itu karena untuk membuat
gerekan lebih indah dan gemulai begitu juga menambah keindahan tubuh saat
menari.
Ternyata beliau adalah salah satu pelatih tari diberbagai
universitas di Indonesia yang sering membawa anak asuhnya dalam acara maupun
lomba nasional serta internasional. Seperti Universitas Pancasila dan
Universitas Islam Jakarta. Sehingga kami bisa menyimpulkan bahwa beliau adalah
pelatih profesional. Kami juga berharap nanti UMN bisa memiliki pelatih tari
tradisional sehebat beliau. Karena beliau bukan hanya mengajar khusus tarian
khas Betawi saja tapi seluruh tarian tradisional.
Setelah itu kami jalan-jalan ke tempat lain sambil
menunggu pertunjukan yang akan tampil yaitu Gambang Kromong dan Lenong Betawi
pukul 2 siang. Kami makan siang dan meliput segala yang ada di Perkampungan
Betawi dan sekitarnya.
Menurut pengurus Bapak Yahya, pengurus Kampung Betawi.
Semua bangunan ini sebenarnya seperti rumah pada umumnya, ada kamar mandi,
kamar tidur, ruang makan, ruang tamu, dapur, dan sebagainya. Tapi bangunan ini
semua untuk disewakan bisa untuk menginap maupun untuk acara sehari. Asal
menepati peraturan yang sudah disebutkan di atas tadi.
Lalu kami pun meliput ke luar wisata Kampung Betawi
karena tadi di sekitar danau sangat sepi, dan sekarang sudah sangat ramai
dengan pengunjung dan pedagang. Toko-toko pun sudah buka. Dan permainan di
danau pun sudah beroprasi. Toko-toko yang ada tidak semuanya menjual barang
khas betawi tapi ada 2 toko yang menjual CD lagu dan film khas betawi serta
cinderamata khas betawi.
Karena waktu masih terasa lama, kami pun kembali ke
Perkampungan Betawi dan memutuskan menunggu di dalam. Tiba-tiba saja hujan
turun cukup deras. Karena kami melihat wisatawan lain berteduh di dalam
bangunan-bangunan khas betawi itu, kami pun mengikutinya. Cukup mengagumkan dan
nyaman, rasanya saya ingin memiliki rumah khas betawi seperti ini. Karena
sebenarnya saya masih keturunan Betawi asli. Ini akan saya ceritakan di kisah
selanjutnya.
Setelah hujan reda, kami pun keluar dan memutuskan
melihat ke bagian belakang Perkampungan Betawi ini. Tiba-tiba kami melihat
sekelompok orang berpakaian angkatan perang zaman dahulu yang datang dengan menaiki
sepeda ontel. Kami awalnya mengira mereka akan pentas di sini.
Tapi ternyata setelah kami bertanya kepada salah satu
dari mereka, ternyata mereka adalah komunitas sepeda ontel dari Bunderan HI.
Mereka sudah sering mampir untuk
beristirahat dan olahraga sebagai standar jarak tempuh mereka. Selain kami yang
ingin berfoto dengan mereka, para pengunjung pun ingin berfoto dengan mereka.
Sebenarnya menurut salah satu anggota komunitas ini,
selain mereka berekreasi dengan sepeda dan menjadikan Perkampungan Betawi
sebagai standar mereka, lalu beristirahat sejenak. Mereka juga ingin agar
masyarakat sekitar bahkan kalau bisa seluruh Jakarta aware dengan adanya komunitas sepeda ontel yang harusnya
dilestarikan. Karena ini adalah salah satu sejarah bangsa Indonesia dari
Belanda yang patut kita banggakan. Ini juga menjadi alasan mereka karena
semakin hari peminat dari komunitas ini semakin sedikit.
Apalagi dengan munculnya berbagai sepeda modern yang
sebenarnya memang jauh lebih nyaman dari sepeda ontel dan cocok untuk segala
umur. Sehingga muncul komunitas sepeda lain yang cukup besar dan cepat
perkembangannya dikalangan remaja terutama, yang semakin membuat komunitas
sepeda ontel kehilangan wilayah dan menghilang perlahan. Diharapkan para anak
bangsa terutama remaja, lebih mengutamakan warisan budaya bangsa Indonesia
daripada budaya luar negri. Banyak cara bisa kita lakukan tanpa harus mengikuti
komunitas ini atau memiliki sepeda ontel. Salah satunya blog. Kunjungilah
wisata yang mencerminkan budaya Indonesia dan masukan dalam blog atau dokumentasikan. Postlah itu agar masyarakat mancanegara
pun tahu betapa banyak, indah, dan mengagumkannya budaya bangsa kita. Karena di
zaman sekarang ini pasangan intim informasi adalah media digital terutama
internet. Jadi jika kita memiliki informasi, mediumnya harus digital atau
internet untuk menyampaikan informasi itu ke ke seluruh dunia dengan mudah dan
cepat.
Setelah puas berbincang-bincang dengan komunitas sepeda
ontel, kami pun melanjutkan tugas kami untuk meliput beberapa bagian belakang
Perkampungan Betawi yang tidak menjadi kewajiban dari pengurus pedepokan
betawi.
Menurut salah satu warga di sana, kehidupan kami di
perkampungan yang kecil ini sangat nyaman dan rukun. Hanya ada satu RT, RW, dan
Lurah. Mungkin karena kecilnya wilayah dan sedikitnya penduduk, sehingga
pengaturan tata tertibnya pun mudah dilakukan.
Kami juga hidup berdampingan dengan pihak pengurus
Perkampungan Betawi. Seperti pihak tempat wisata mengizinkan kami menjadikan
tempat wisata dan sekitarnya menjadi lapangan mata pencaharian kami. Salah satu
yang kami temui adalah pedagang Toge goreng dan Es puter yang tidak lain adalah
warga yang tinggal di belakang tempat wisata ini. Selama kami tidak melanggar
peraturan, hidup berdampingan dan adil dengan pedagang lain, tidak mengganggu
kebersihan dan kenyamanan wisatawan, serta menjual barang yang layak dan halal
kami bebas berdagang apapun di tempat ini. Karena jika melanggar akan dikenakan
sanksi hukum positif dan blacklist
oleh pihak pengurus tempat wisata.
Pembahasan terkahir adalah komunikasi dalam budaya
betawi. Kita bisa ambil contoh dalam film “Tukang Bubur Naik Haji” yang ada di
RCTI. Inilah salah satu bentuk apresiasi sebuah stasiun TV yang masih mencintai
bangsanya dengan menyelipkan sedikit kebudayaan kita yang terlupakan dalam
programnya. Iya, sinetron ini mengandung segala unsur kebudayaan betawi. Dari
adat istiadat, komunikasi seperti bahasa yang digunakan sehari-hari, sampai
para artis yang bermain dalam film ini semua adalah keturunan asli dari budaya
betawi seperti Nova Soraya dan Nani Widjaya.
Setiap percakapan kental dengan jargot khas betawi,
sampai penyebutan nama keluarga atau orang lain. Salah satu contohnya adaalah
penggunaan sebutan “Encang” dan “Encing”, “Babe”, “Enya”, dan masih banyak
lainnya. Yang sekarang bahkan kita sudah tidak mengenalnya lagi. Menurut
pengakuan salah satu pengunjung Kampung Wisata Betawi, yang mengaku asli
betawi. Beliau sudah tidak menggunakan sebutan khas betawi lagi dalam keluarga
karena keluarganya jauh lebih banyak yang berasal dari daerah lain seperti Jawa
yang mendominasi. Begitu juga di tetangganya yang sudah tidak menggunakan
sebutan-sebutan juga. Jadi menurut beliau walaupun mereka masih bisa disebut
keturunan asli betawi tapi tetap budayanya sudah hilang. Ini ditandai dengan
keturunan mereka yang bahkan tidak menggunakannya lagi.
Hal lain yang khas dari budaya ini dalam komunikasi
mereka adalah logatnya dan tempramen yang cukup kasar. Tapi tidak merata
seperti budaya Batak. Budaya betawi adalah budaya yang bernuansa islamic tapi
karna sudah adanya percampuran agam dalam berkeluarga maka sekarang percampuran
dalm budaya betawi tidak hanya bernuansa islamic tapi juga ada dengan etnis dan
agama lain. Seperti saya contohnya. Saya asli keturunan betawi dengan
percampuran cina dan beragama katolik tapi sejak kecil budaya yang
diperkenalkan pada saya hanya budaya cina dan agama katolik. Maka sampai saat
ini saya pun tidak tahu saya memiliki darah orang betawi dari buyut saya jika
orang tua saya tidak memberitahu saya dan saya mendapat tugas ini untuk mencari
tahu.
Mungkin pelajaran yang saya dapat dari tugas ini adalah
pertama mengetahui lebih dalam sosok sebuah budaya yang sekarang sudah nyaris
punah dikalangan masyarakat Indonesia bahkan Jakarta sendiri. Budaya ini
ditunjukan hanya sebagai loyalitas saja bukan untuk dilestarikan. Seperti hanya
saat ulang tahun jakarta dan pelantikan guberbur jakarta saja. Yang kedua
adalah menyadari betapa indahnya budaya ini dan dalam hidup saya sebenarnya
budaya ini menjadi bagian dalam diri saya sehingga saya merasa bertanggung
jawab untuk menjaga dan melestarikannya. Tentunya untuk semua budaya di
Indonesia.